New Notions of Media bagian 2

Melanjutkan bagian sebelumnya..

Implikasi dari hadirnya neo-intermediation dan meta-media yaitu lahirnya post-objective. Jakubowicz berargumentasi tentang susahnya membedakan antara mana informasi yang berfungsi sebagai sebuah berita (news) dan manakah informasi yang justru berfungsi sebagai propaganda. Dia mencontohkan lahirnya Renault TV (www.renault.tv) dimana informasi tersedia 24/7. Disatu pihak media yang dibuat oleh Renault tersebut bisa dikatakan sebagai news producer karena memenuhi criteria sebagai penerbit dan informasi dibungkus dalam kaidah jurnalistik umum (adanya reporter, ulasan, headline, dsb) dengan tampilan yang seolah-olah ‘netral dan natural’ tetapi di lain pihak bahwa informasi yang dibahas hanya mengenai satu sumber dan lebih mengambil peran sebagai bagian dari kampanye ‘public relation’ produk Renault membuat stream tv tersebut tidak lebih dari sebuah iklan, sebuah propaganda. Post-objective mengakibatkan ‘pembaca teks’ tidak bisa kembali pada makna-makna asli dari teks yang diterimanya. Jika kita artikan bahwa objektifitas adalah sesuatu yang undistorted by emotion or personal bias; atau based on observable phenomena; “an objective appraisal”; “objective evidence” maka jelas-jelas bahwa pada fenomena new media atau disebut juga social media berita yang dihasilkan sudah melampaui semua prosedur itu. Kesemua informasi lahir dari seolah-olah murni tanpa intensionalitas bahkan yang paling agresif sekalipun misalnya blog yang menjelek-jelekkan agama tertentu. Kesemuanya menjadi objective karena pembaca menganggap new media itu sendiri sebagai pembenar informasi, sebuah semiotic media.

 

Selain blogs dan broadband tv, Jakubowicz juga mempertanyakan fungsi objektifitas dari user-generated content website such as youtube dalam konteks jurnalisme. Selama beratus tahun, jurnalisme menganggap bahwa objektifitas adalah ketika informasi tersebut bisa diperiksa silang (cross-checked) kejadiannya, bahwa informasi berasal dari kenyataan. Pada UGC, informasi yang dibangun oleh para pengguna (user) adalah asli dan benar adanya tetapi apakah kita bisa mengatakan bahwa informasi itu objektif? Saya masih meragukan hal itu, tetapi kata objektif itu sendiri adalah tanda (sign) yang selalu berubah. Contohnya yang paling dekat adalah halaman ‘Say no to megawati’ yang saya bahas beberapa waktu yang lalu. Pada awalnya hanya ada satu pengguna sekaligus pencipta halaman, sebuah subjektifitas, kemudian dalam 3 hari mencapai 97 ribu pendukung. Apakah itu masih sebuah subjektifitas atau telah menjadi objektifitas? Atau tidak keduanya karena sudah menjadi post-objektifitas? Jika dikaitkan bahwa objektifitas yang kemudian lahir adalah sebuah differensial (turunan) dari objektifitas awal apakah lebih tepat jika tujuan tersebut kemudian disebut hiper-objektifitas (hyperobjective)?

 

Jakubowicz kemudian mengkhususkan pembahasannya pada produser dari new media dan peran-peran komunikasi massa yang diembannya. Pada kondisi natural nya, fungsi informasi dalam komunikasi massa selalu melewati para gatekeeper yang bertugas menyaring informasi sesuai dengan agenda setting yang sudah ditentukan. Para teoris media dari aliran kritis mengatakan bahwa titik ini adalah dimana informasi kemudian menjadi sebuah komoditas yang kemudian diperdagangkan. Jakubowicz menyoroti peran ISP dan website administrator sebagai gatekeeper dari new media. Tidak hanya itu, institusi-institusi itu juga berperan sebagai hakim (judge) yang menghasilkan media law-like effect. Yang bisa saya contohkan adalah bagaimana ISP memblokir akses pengguna dari indonesia yang mencari video fitna’ mulai dari tahun lalu hingga sekarang. Di cina, pemerintah lewat ISP memblokir kata-kata kunci (keywords) yang berhubungan dengan presiden US Barrack Obama, dan masih banyak contoh lainnya. Jakubowicz mengajukan 3 proposisi berkaitan dengan manipulasi mesin pencari (search engine); pertama, melalui pengembang mesin pencari itu sendiri yang memodifikasi hasil pencarian (search result), manual adjustments, dan logaritma yang digunakan. Kedua, para hackers yang bisa mensusupi mesin pencari. Ketiga, para information providers itself yang seeking to achieve higher ranking for their webpages. Berkaitan dengan post-objective, Jakubowicz mengatakan bahwa 38% dari google news hanya datang dari 10 perusahaan media penyedia jasa layanan berita online.

 

Di akhir kuliah Jakubowicz mengajukan 3 notions berkaitan dengan fenomena new media; pertama, all media are new-media-to-be. Ini berarti hanya tinggal menunggu waktunya saja kesemua media konvensional akan beralih ke digital. Kedua, forms of media created by new actors. Ketiga, media or media-like activities are performed by non-media actors. Kemudia menjawab pertanyaan peserta apakah fenomena ini adalah sebuah tren atau sudah merupakan langkah akhir (final steps) dari evolusi media, Jakubowicz menjawab diplomatis bahwa dia sendiri tidak bisa menjawabnya karena masih banyak factor-faktor lain yang juga mempengaruhi perkembangan new media, dia hanya mengatakan bahwa kita harus bersabar untuk melihat hasil akhirnya. Dia menambahkan bahwa masyarakat saat ini sudah terfragmentasi berkaitan dengan penggunaan media. The readers are no longer feels they need to find information from mainstream media. Para pengguna media saat ini lebih memilih loyal kepada media yang sekiranya bisa menyediakan informasi sesuai dengan apa yang mereka ingin tahu. Tidak lagi tergantung pada media untuk memberikan mereka informasi, mereka mencari informasi mereka sendiri.

 

Sekiranya itu catatan saya, banyak bagian terpotong tetapi bukan karena saya tidak menyimak tetapi memang tulisan saya yang tidak terbaca 😛 setelah saya lihat-lihat lagi. Anyway, semoga bermanfaat!  


Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s