Group-computer-mediated-communication

Salam Damai,

Dikarenakan saya mendapat penugasan di bidang KBK komunikasi kelompok dan organisasi. Maka saat ini konsentrasi saya bergeser pada bagaimana memahami komunikasi kelompok terlebih dahulu. Walaupun minat saya masih pada perkembangan teknologi komunikasi khususnya groupware dan social software. Saya berpendapat bahwa teknologi telah bekerja di semua tingkatan komunikasi. Karena itu tidak ada salahnya meneliti dan menerapkan teknologi pada tingkatan komunikasi kelompok. Malah itu membantu saya untuk memfokuskan arah teknologi yang akan saya teliti. Kalau sebelumnya, saya masih bimbang mengenai focus penelitian saya yang masih begitu luas, dengan penugasan KBK yang baru ini saya bersyukur bahwa saya akhirnya bisa konsentrasi pada satu aspek komunikasi saja. Sebagaimana sudah saya bahas sejak bertahun-tahun yang lalu bahwa teknologi yang selalu muncul dan menjadi tren social adalah teknologi yang menyediakan akomodasi dan partisipasi, mungkin karena pada dasarnya semua manusia sama di depan nama “masyarakat/society”.

Karena itu, teknologi mungkin bisa berganti-ganti penampilan atau semakin ringkas tetapi fungsi yang diwakili pada prinsipnya adalah sama. Salah satu contohnya adalah teknologi kolaboratif untuk mendukung kerja kolaboratif yang didukung oleh computer (computer-supported collaborative work). Fungsi yang didukung adalah kemampuan untuk berkoneksi dengan rekan kerja, mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dan memberikan penekanan pada aspek-aspek dari pekerjaan. Sejak munculnyanya augmentated technologies pada tahun 1970-an hingga tren groupware di tahun 90-an dan social software saat ini, dan setidaknya pada dekade ke depan, fungsi-fungsi tersebut tetap sama. Tetapi yang menjadi ciri dari perkembangan teknologi kolaboratif saat ini dan saya kira di masa yang akan datang adalah peningkatan resepan pengalaman oleh para pengguna aplikasi tersebut. Jika 40 tahun yang lalu, kita tidak bisa berharap lebih dari pertukaran pesan dalam bentuk teks, maka saat ini teknologi 3D dan simulasi memungkinkan pengalaman pengguna tidak ada bedanya dengan pengalaman komunikasi langsung/tatap muka.

Prinsip depersonalisasi telah bergeser pada arah tidak hanya mengenai kehadiran social (social presence) tetapi juga menghadirkan tingkatan baru dari hyperpesonal dimana emosi dan kenikmatan adalah milik masing-masing individu. Sesuatu yang mewah di alam yang nyata. Karena itu, dalam rangka memahami dan merancang arah teknologi kolaboratif dengan prinsip komunikasi manusia berkelompok maka konsentrasi saya yang pertama adalah memahami bagaimana manusia bertingkah laku dalam perseptif komunikasi kelompok. Saya harap ada sesuatu yang menariuk yang akan saya tentukan dalam bulan-bulan ke depan.

Salam.

Iklan

Media Ownership & Media Ideology

Salam,

Berikut adalah materi dari kuliah terakhir mata kuliah Perkembangan Teknologi Komunikasi di Fisip Unila TA 2009/2010. Selain materi slide saya juga unduh UU No. 32/2002 tentang Penyiaran sebagai bahan tambahan mengenai kepemilikan media yang diakui di Indonesia.

Media ownership & media ideology

UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Media dalam Tinjauan Perkembangan Teknologi Komunikasi

Salam,

Berikut adalah salah satu materi yang saya berikan dalam matakuliah Perkembangan Teknologi Komunikasi di Fisip Unila TA 2009/2010. Materi tersebut membahas mengenai perkembangan teknologi media. Semoga bermanfaat!

Media dalam tinjauan pertekom (ppt)

Media dalam tinjauan pertekom (pptx)

Pengantar pada Komunikasi-termediasi-komputer

Salam Damai,

 

Berikut adalah materi dari kuliah saya mengenai computer-mediated communication (CMC). Saya menggunakan terjemahan saya sendiri untuk istilah CMC menjadi komunikasi-termediasi-komputer. Penggunaan tanda sambung (-) dimaksudkan bahwa istilah termediasi dan komputer adalah satu bagian utuh dari istilah komunikasi yang mengawalinya. Saya tahu, istilah ini masih banyak yang bisa diperdebatkan karena saya bukan ahli bahasa. Tetapi point yang ingin saya sampaikan adalah adopsi dari CMC seharusnya sudah masuk ke dalam kurikulum Ilmu Komunikasi di Indonesia. Pada materi pengantar ini memang bahasa yang saya gunakan masih 90% English. Tanpa pretensi untuk mis-interpretasi, saya mencoba mengenalkan istilah-istilah termasuk teori-teori dalam CMC masih dalam bahasan aslinya. Dalam perkuliahan saya sudah jelaskan dan artikan maksud dari bahasan tersebut. Saya kira ini tantangan khususnya bagi mahasiswa yang mengikuti perkuliahan saya untuk mencoba menggali lebih dalam lagi.

 

Sebagai sebuah bahasan yang telah mendapat perhatian khusus dari para ahli komunikasi internasional terutama seiring perkembangan teknologi komunikasi, mempelajari CMC menuntut keterbukaan pikiran kita untuk melampaui batasan dari tingkatan komunikasi. Sekali lagi saya ingatkan, tingkatan komunikasi adalah imajiner yang digunakan ahli komunikasi untuk mempermudah kita membedakan dan mempelajari komunikasi dari manusia, selebihnya tidak ada lagi (klaim ini mungkin terlalu tendensius..). Anyway, dengan materi ini saya harap dapat mengenalkan anda pada bahasan ini lebih dekat lagi. Enjoy!

Pengantar pada Komunikasi-termediasi-komputer

 

Social software & collaborative writing

Salam,

Berikut adalah slide presentasi saya tentang social software & collaborative writing

Social Software & Collaborative Writing

Sedangkan untuk mahasiswa komunikasi yang mengikuti kelas Sosiologi Komunikasi yang saya ampu pada sem. ganjil TA 2009/2010, dimohon juga dapat mengunduh instrumen penelitian yang lainnya yaitu:

Kuesioner pre-test soskom

Catatan Kerja Kelompok

Kedua instrumen tersebut dapat dikumpulkan ke saya melalui email di ahmad.riza@unila.ac.id dengan mencantumkan nama, NPM dan nomor kelompok anda. Terima kasih atas partisipasinya.

 

 

Research in blood-type-based communication, does anyone interested?

Salam Damai,

 

Beberapa waktu yang lalu, disela-sela obrolan makan siang dengan beberapa kolega dari jurusan Ilmu Komunikasi Unila, saya mendapat informasi yang menarik. Dosen tersebut yang sedang menempuh pendidikan S3 di Unpad mengatakan kepada saya bahwa seorang professor ilmu komunikasi di Indonesia menantang para peneliti dan mahasiswa S3-nya untuk melakukan penelitian yang katanya terinsipirasi dari penemuan seorang ahli komunikasi di Jepang. Professor itu berpostulat bahwa dia setuju dengan pendapat yang mengatakan ada hubungan antara tipe darah seseorang (A, B, O atau AB) dengan temperamen seseorang dan pada akhirnya berpengaruh pula pada pola komunikasi seseorang. Dosen itu bilang kepada saya, bahwa saya mungkin tertarik mengingat dia tahu saya juga tertarik pada fungsi semantic dari komunikasi yang berhubungan juga dengan psikologi komunikasi dari seseorang. Waktu itu yang ada dibenak saya sewaktu mendengarnya adalah bahwa komunikasi ini ada hubungannya dengan ilmu syaraf atau neuro science. Thus, mungkin berhubungan dengan aspek bioteknologi.

 

Terus terang itu kali pertama saya mendengar adanya penelitian di bidang tersebut. Arah pikiran saya waktu itu mengatakan bahwa sangat sulit menentukan bahwa cara kita berbicara dan berkomunikasi dengan lingkungan ditentukan oleh tanda fisik kita. Hal yang sama masih saya sangsikan bahwa kita tahu sifat komunikatif seseorang dari sidik jarinya misalnya. Dalam psikologi social kita mengetahui bahwa sifat atau karakter seseorang dibangun oleh dua factor yaitu factor bawaan (inherit) dan factor lingkungan (environment). Sifat seseorang bisa dipengaruhi fisiknya tetapi bukan satu-satunya sebab mengapa seseorang lebih ekspresif dibandingkan orang yang lain. Seorang manusia belajar mengenai bahasa justru dari lingkungannya. Saya pernah ketemu orang keturunan Indonesia yang tinggal di Norway dan mengatakan bahwa dia lebih berbicara dengan bahasa  norse dibandingkan bahasa Indonesia. Fisik orang tersebut tidak ada bedanya dengan fisik orang Indonesia pada umumnya tetapi belum tentu dia bisa berbahasa dengan baik, contoh lainnya misalnya artis Cinta Laura atau artis-artis lainnya yang keturunan dan ke’bule-bule’an.

 

Menandakan bahwa seseorang lebih pemarah dibandingkan orang lainnya karena di KTP nya bertuliskan bergolongan darah A adalah kesalahan logika menurut saya. Tetapi karena penasaran saya meneruskan pencarian saya di dunia maya mengenai hubungan golongan darah dengan pola komunikasi seseorang. Rekan saya yang memberitahu saya tentang hal ini menyebutkan sebuah nama, Takeji Furukawa. Berawal dari nama tersebut saya memulai pencarian saya, dan ini yang saya temukan:

  1. Teori Furukawa tersebut pertama kali terbit di Jepang pada tahun 1927, dengan judul “The Study of Temperament through Blood Type”. Studi tersebut menyajikan penjelasan mengapa terjadi pemberontakan di Taiwan atas Jepang, studi tersebut menunjukkan banyak dari pemberontak Taiwanese adalah bergolongan darah O. Teori tersebut dipopulerkan kembali pada tahun 1970-an di Jepang oleh seorang pengacara dan juga seorang penyiar yang tidak punya latar berlakang sama sekali dibidang medis, Masahiko Nomi.
  2. Teori tersebut lebih berhubungan dengan ciri-ciri umum atau archetype dibandingkan penggolongan karakteristik sifat manusia. Misalnya golongan darah ditengarai seorang yang mencintai kedamaian tetapi juga seseorang yang selalu menuntut. Golongan darah O bersifat social dan jujur serta tidak menyukai otoritas. Pada teori ini Rh (rhesus) tidak mempunyai pengaruh apapun pada generalisasi.
  3. Penelitian itu sendiri sudah menjadi legenda di Jepang. Penyerapannya sudah dilakukan oleh banyak aspek media. Tokoh-tokoh anime dan manga biasanya dilengkapi dengan golongan darah mereka untuk menandakan sifat mereka. Bahkan beberapa vending machine atau mesin otomatis menyediakan kondom yang disesuaikan dengan golongan darah pemakainya.
  4. Kalau melihat informasi yang disampaikan di Wikipedia, walaupun penelitian Furukawa adalah ilmiah tetapi masyarakat Jepang melihatnya lebih sebagai panduan yang sama halnya dengan astrologi bagi di Eropa atau Penanggalan bagi orang jawa.

 

Untuk itu, saya sendiri masih sangsi apakah penelitian untuk melihat aspek hubungan atau pengaruh dari golongan darah akan bisa mempunyai signifikansi. Terlalu abstrak menurut saya bahwa kita mengeneralisasikan pola komunikasi kita karena keturunan kita. Penelitian di bidang komunikasi pun pada hakikatnya mempelajari aspek interaksi dari bahasa, bahwa setiap sentuhan dan perkataan yang lakukan adalah proses pertukaran pesan. Jadi aspek yang dikaji lebih dititikberatkan pada reaksi manusia. Tetapi karena yang mengajak ini seseorang professor, dia pasti sudah punya landasan yang kuat untuk melakukan penelitian ini. Atau mungkin, saya saja yang masih kurang pengalaman dan masih harus banyak membaca. Wallahualam.

News Conference & Media Relation

Salam,

Secara umum, presentasi dibawah ditujukan buat temen-temen yang tertarik untuk tahu bagaimana mengadakan konferensi pers yang baik serta bagaimana meningkatkan  dan membina hubungan dengan media yang lebih menguntungkan. Secara khusus file dibawah saya tujukan kepada mahasiswa yang mengambil matakuliah Press Release. Semoga bermanfaat.

Salam Damai,

News conference & Media Relation

Does Social Software extend our senses? (Part 2)

Melihat pengaruh dari post-objectivisme dalam media dan bagaimana prosumer (produsen-consumer) menciptakan trans-alur dan pengaburan batas-batas komunikasi dalam pengertiannya yang konvensional, membuat saya berpikiran bahwa mungkin paradigm yang kita gunakan dalam menggunakan web technology sudah saatnya dibalik. Memang kalau kita melihat pertanyaan, apakah social software dapat digunakan untuk memperpanjang, atau tepatnya, memperkaya indera kita? Thus the answer is no, in term of normative context. However, as we attempt to emerge all the potential hidden abilities and social benefits that the technology may embrace in our lives, then, reconsider the other side of paradigm to see how we are going to develop social software may emerge something that we might never think of. Just like any social media technologies these days compare to what we know 5 years ago.

Melanjutkan thread sebelumnya, point kedua yang diajukan oleh Kevin Kelly mengenai web 3.0 adalah responnya terhadap Tim Berners-Lee project ‘Linked Data’.  Sebagaimana kita ketahui, minggu lalu W3C baru saja mengumumkan protocol terbaru terhadap SKOS (Simple Knowledge Organization System). Implikasinya adalah semakin dekatnya visualisasi dari aplikasi bisnis semantic web. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dengan munculnya aplikasi bisnis dari semantic web menandakan akhir dari web 2.0? saya kira tidak. Kita melihat perkembangan Wolfram Alpha dan bagaimana setiap minggu selalu muncul search engine baru yang mengklaim mempunyai logika string yang lebih baik, lebih ‘semantic’. Well, despite it is true or not.  Yang pasti kita masih belum melihat manfaat riil dari aplikasi-aplikasi tersebut. Menurut saya, web 2.0 akan terus berlanjut sehingga terjadi perpindahan total perilaku penggunaan web. Jadi disini, transisi ke tahap evolusi yang lebih maju ditandai oleh aspek sosiologis dibandingkan aspek teknologinya.

Lalu apa hubungannya antara linked data dengan post-objectivism? Beberapa thread terdahulu saya menyinggung sedikit mengenai seamless communication dan salah satu aplikasinya yaitu fring. Fring hanyalah sebuah sampul dari buku semantic application. Fring hanya mencontohkan kemampuan semantic web dalam mengkoneksikan satu user pada beberapa aplikasi. Potensi sebenarnya lebih dari itu. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Kevin Kelly dan pakar semantic web lainnya. Perkembangan web akan memungkinkan kita berkomunikasi dimana saja, kapan saja, berbiaya murah, dan lebih personal dalam pengertian sang mesin mengerti karakteristik penggunanya. Seamless communication adalah sebuah pengertian tentang media komunikasi tanpa batas materi.

Saat ini kita masih berkomunikasi dengan dibatasi medium apakah yang kita gunakan. Pendapat McLuhan tentang medium adalah pesan komunikasi itu sendiri masih kita pegang teguh. Paradigma ini menyebabkan kita terbatas oleh format media itu sendiri. Terlebih dengan konglomerasi media yang menyebabkan identitas kita dalam mengakses media adalah sumber pendapatan terbesar yang terus mereka putar ulang dengan kemasan yang semakin menarik. Cluster yang diterapkan oleh Google, Yahoo, atau kerajaan media lainnya berusaha memilah-milah kita, para pengguna sekaligus pembaca. Ekosistem informasi mereka menyebabkan para pembaca-pengguna (reader-user) dikunci sedemikian rupa sehingga kita hanya diharapkan berputar-putar saja dalam system yang mereka sudah siapkan. Pola ini menyebabkan kemudahan disatu pihak tetapi dilain pihak menyebabkan keterpurukan perilaku mengakses informasi yang sedikit banyak diragukan oleh Jakobowitz sebagai sebuah jurnalisme yang objektif.

Kalau kita sudah terkukung seperti itu, masih kita menganggap bahwa kita melek informasi (information literate)? Sebagaimana tubuh kita mengolah indera kita menjadi sensitive terhadap lingkungan berdasarkan fungsinya, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, mulut untuk rasa and so on. Seharusnya teknologi web juga begitu. Jika apa yang dimaksudkan oleh Kelly bahwa pada awal perkembangannya kita menggunakan teknologi web sebagai perpanjangan tangan dari indera kita. Mesin masih berfungsi menggantikan mata kita untuk memeriksa ribuan nama dokumen, sebagai mulut kita untuk memberitahukan pesan pada teman di luar negeri, atau untuk mendengar bagaimanakah cuaca hari ini. Lalu pada perkembangan teknologi selanjutnya pola tersebut berbalik.

Berlanjut…

Does Social Software extend our senses? (Part 1)

Salam Damai,

Judul diatas terlintas dibenak saya sehabis menyimak diskusi dari Kevin Kelly tentang Web 3.0 di youtube. Sebelumnya dibenak saya dan saya pikir juga berada di pemikiran para pengamat dunia maya, kita sepaham bahwa semantic web dapat disebut sebagai evolusi selanjutnya dari perkembangan teknologi web (web technology). Kita yakin bahwa sebutan web 1.0, web 2.0 dan saat ini web 3.0 adalah sebuah label atas ruang dan waktu dimana suatu teknologi sempat mewarnai dan mendominasi aplikasi dari teknologi di dunia maya. Perlu diingat sekali lagi web bukan internet.  Kuliah dari Kevin Kelly sedikit banyak menggilitik benak saya. Buat yang belum menyimak, dapat menyaksikannya di youtube dengan keywords “Kevin Kelly, web 3.0”.

Saya ingin menekankan dua hal dari apa yang dikatakan Kevin Kelly tentang Web 3.0, dana pandangan saya sendiri tentang masa depan web dengan mengkhususkan pada perkembangan dari social software. Point yang pertama; menyoroti bagaimana dunia maya berkembang dan peran serta dari worldwide web (W3) sebagi katalis terbesarnya. Sangat menarik bahwa Kevin Kelly memulainya dengan sebuah pertanyaan spekulatif menurut saya, “kita sudah merasakan perkembangan teknologi web  selama 5000 hari terakhir, nah, bagaimana perkembangan web 5000 hari selanjutnya?”. Siapakah diantara anda yang bisa menjawabnya? Kalau anda bisa, silahkan buat postingan atau upload video anda ke youtube sebagai video response, saya yakin nama anda akan seketika terkenal.  Indeed, menurut saya sekalipun anda seorang cenayang, anda tidak akan bisa menjawabnya.

Yang ingin saya pinpoint dalam pertanyaan tersebut adalah implikasi semantiknya, pertanyaan itu seperti mempertanyakan “How is the context, as a variable, will impact the development of web?” jika kita meyakini bahwa definition dari context adalah signifikansi materi yang melingkupi teknologi web. Maka kita bisa melihat benang merah yang menjulurkan proyeksi atas perkembangan web. Kevin Kelly menandai di dalam kuliahnya dengan memberikan beberapa gambaran, lebih mirip dugaan menurut saya, dari perkembangan web. Yang pertama, ia memberikan contoh bagaimana perkembangan SNS (social networking sites) has defines aktivitas baru dari manusia. Ketergantungan pada internet adalah contoh lainnya. Kelly menggilitik kesadaran kita dengan mengingatkan bahwa 5 tahun yang lalu, aktvitas tersebut tidak se-candu saat ini.

Kelly kemudian mengajukan postulat bahwa “humans have becomes the extended senses for machine, we used to vice versa”. Yang dia maksud sebagai mesin disini adalah web sebagai suatu kesatuan fungsi pikir dimana, layar-layar kaca dan perkembangan augmented technology telah mencipakan suatu mesin web yang satu dengan banyak jendela. Beberapa isu yang kemudian harus diperhatikan, dan memang dibahas didalam diskusi tersebut adalah; masalah kepemilikan (propertiary) di dalam web. Isu ini sudah dimulai sejak web berdiri tetapi pada kedepannya, Kelly menegaskan tentang masalah ini. Kelly memberikan contoh bagaimana makin banyak barang gratis di internet secara paradox juga mendorong makin banyaknya produsen memproduksi barang yang tidak bisa diduplikasikan, dalam istilah dia “uncopyable”. Masalah lain yaitu mengenai keberadaan database central dari seluruh informasi di web. Jika mesin menjadi satu maka hal yang selanjutnya bisa mendukung eksistensi dari sang mesin adalah keberadaan database yang terfokus.

Mengenai isu yang kedua, saya membayangkan terintegrasinya database menjadi sebuah entity yang terpisah dari web tetapi keberadaanya tidak bisa dilepaskan dari web itu sendiri. Seperti dua mata uang dari koin yang sama. Dalam benak saya bisa saja protocol untuk database berdiri sendiri seperti http://wwd/ misalnya. Tetapi saya bukan programmer, jadi ini hanya sebatas wacana saja. Dua isu tersebut saya korelasikan dengan premis bahwa manusia, para pengguna web, adalah kepanjangan tangan dari indera sang mesin. Kemudian termuncul dibenak saya sebuah pertanyaan, does social software extend our senses?

Berlanjut…