Tentang web 4.0

Salam Tahun Baru!

Jika kita membaca karakteristik dari web 4.0 yang saya posting pada artikel sebelumnya, kita masih melihat kerancuan pada penggunaan semantic technology pada web content. Jika kita mengasumsikan bahwa web 3.0 adalah tentang semantic capability, content-content yang sudah sepenuhnya mempunyai kemampuan untuk diassosiasikan berdasarkan konteks maka apa yang dijabarkan kedua pakar tersebut hanya lah pengembangan dari web 3.0 atau bisa dibilang web 3.0 versi 2 atau seterusnya. Dalam benak saya, dalam 4-5 tahun kedepan setelah munculnya aplikasi semantik  yang siap pasar maka pengembangan selanjutnya adalah bagaimana membuat aplikasi tersebut mampu berpikir sendiri dalam artian bahwa setiap query adalah sebuah proses untuk menghasilkan feedback bagi yang bertanya, sebuah implementasi artificial intellegence. Saat ini dengan RDF dan SPARQL hanya menyediakan wadah bagi OWL untuk menelusuri content2 yang ada di internet berdasarkan kata per kata, jika sebelumnya sudah dimasukkan input assosiasi dan occurance maka hasil pencarian yang ada akan diperkaya dengan relevansi konteks, tetapi itu adalah kerja yang menurut saya masih masuk kategori serendipity. Ok! berapa banyak konten yang sudah diinput dan ready-RDF? saya yakin tidak lebih dari 20 persen dari total keseluruhan konten yang ada di cyber web. Lalu sejauh ini apa yang dilakukan oleh kita para penggiat informasi dan jutaan pengguna internet lainnya berhubungan dengan kurangnya informasi yang bisa di “semantik” kan? kita menggantinya dengan informasi yang kita buat sendiri, jadi ada duplikasi informasi, contohnya dalam mencari informasi mengenai buku berdasarkan metadata (katalog) pada perpustakaan digital, kita bisa merujuk pada katalog OCLC tetapi bagaimana jika OCLC tidak menginput assosiasi and occurance, maka aplikasi semantik tidak ada bedanya dengan page rank-nya google sekarang. Kasusnya akan menjadi lain jika OCLC menginput assossiasi and occurance dari setiap object, tetapi itu berarti kerja untuk menginput sekitar ratusan juta judul buku, kerja yang melelahkan apalagi jika menyangkut kualitas kerja, salah input maka tidak akan muncul sebagai hasil pencarian. Itu hanya contoh disatu lembaga, bagaimana dengan keseluruhan konten di cyber web, karakteristik web 4.0 di bawah rupanya ingin mengakomodasi problem ini, karena itu mereka bicara, bahwa butuh kesediaan (willingness) dari pengguna internet untuk menjelaskan setiap konten yang mereka masukkan ke dalam internet, yeahh… right… hello… itu adalah impossible, mengasumsikan setiap orang untuk berpartisipasi kecuali bumi sudah dikuasai oleh satu ideologi dan semua orang setuju.

 

Bagaimana dengan perkembangan recommender system, seperti amazon, ebay dst? well, yeahh, itu menarik… dan cukup membantu, tetapi jika kita melihat prinsip logika probabilitas yang digunakan, saya masih mengasumsikan itu juga tidak lebih dari serendipity, karena itu mereka kasih tulisan, “mereka yang membeli…. juga membeli ….”, ini adalah ekspresi dugaan. Kayaknya kok skeptic sekali ya? tidak, saya hanya mengkritisi karakteristik yang diajukan di artikel sebelumnya,  mengenai web 4.0 saya malah sangat optimistic. Imajinasi saya adalah ketika OS sudah dijalankan via internet jadi tidak lagi beli CD lalu install atau OS di setiap PC, imajinasi saya membayangkan google sudah menjual OS nya sendiri (hint: ini mungkin bukan imajinasi, liat contoh Android) maka kemampuan searching dari setiap pc sudah langsung terinstall dengan search engine di internet (ada kemungkinan yahoo, dan microsoft mungkin berbuat serupa) jadi setiap kali anda bertanya atau memasukkan kata di kotak kecil di ujung layar anda, maka hasilnya tidak hanya yang ada di PC anda tetapi juga yang ada di cyber web, lengkap dengan UGI yang interaktif (facebook mungkin menjual versi advanced-nya). Eiittt… tidak cukup hanya disitu, itu hanya memunculkan keunggulan web 3.0 (“the web is you!” jargon), pada web 4.0, laptop anda akan bertanya lebih lanjut, “apakah informasinya memuaskan?” jika anda melakukan pencarian, atau bahkan jika kita tidak bertanya, laptop kita akan otomatis memberi informasi yang di duga akan menarik perhatian kita, seperti, tiket nonton film atau hadiah ulang tahun buat anak kita. Kalau begitu web 4.0 mengasumsikan semua komputer terhubung dengan internet dong? ya iyalah, masa ya iya donkkk… tapi bagaimana dengan daerah yang belum terhubung dengan internet, ya kalau begitu mereka ya tidak bisa menikmati web 4.0, gitu aja kok repot, seperti komputer di Pemda Lampung yang masih pake windows 95 (knock..knock.. dunkk…!!)

 

segitu imajinasi saya tentang web 4.0..

 

Riza

Iklan

ENA, Information Ecosystem, and Web Science

Salam,

 

Saya sudah di Luxembourg! in fact sejak hari pertama kedatangan saya sudah sangat disibukkan dengan diskusi, tugas-tugas, dan konferensi.  Minggu lalu saya baru saja menghadiri the Seventh World Wide Forum on Education and Culture, konferensinya sangat menarik, banyak isu-isu terdepan di bidang pendidikan dan budaya yang diketengahkan oleh praktisi dan pakar dari 26 negara, yang menarik adalah saya adalah satu-satunya peserta dari Indonesia (dimana yang lain, hello mendiknas, dikti??… ada orang??) dari Malaysia saja ada sekitar 6 pemakalah dan seperti yang sudah diduga US mendominasi setiap session. And Rome.. Rome adalah kota yang sangat indah.. setiap sudut mempunyai signified-nya sendiri (I took the idea from Sue Myburgh regarding Bologna, pretty much the same…).

 

Di CVCE saat ini saya sedang berkutat dengan ide untuk memetakan information ecosystem untuk the European Navigator (http://www.ena.lu), saya baru saja mendengar istilah info eco ini dari Frederic Andres, supervisor saya in CVCE. Information ecosystem sangat menarik untuk dikaji terutama jika dikaitkan dengan web ecology, tidak saja karena web ecology adalah istilah baru yang banyak didengungkan pengkaji web science tetapi juga secara konsep masih baru, jadi masih banyak kesempatan dan peluang untuk menjelajahi konsep ini secara keilmuan. Sejauh ini pengertian saya mengenai shema information ecosystem setidaknya harus bisa menggambarkan 5 hal:

1.  Service flow,

2. Information and knowledge flow

3. Information lifecycle

4. Karakteristik dari sistem (equilibrium, associative/cybernet, wholeness)

5. In addition, material and value flow (information value chain)

Selain itu tips tambahan adalah KISS (Keep It Simple Stupid!) and leave ‘creativity’ to the bad designer, ini sangat penting, atas nama usability!

 

Point penting yang saya ingin cantumkan juga dalah mengenai Web Science sebagai cabang ilmu baru, tidak lain dari seorang Tim Berners-Lee sendiri mensupport dari berdirinya cabang ilmu ini. Saya sendiri masih menunggu perkembangan selanjutnya terutama mengenai epistimilogy dari ilmu ini, saya masih belum melihat Web Science telah memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai ilmu terpisah dari cabang ilmu lain seperti information science misalnya, atau internet studies. Melihat perkembangan dari gerakan beberapa ilmuwan (again from US!) selama 3 tahun terakhir mengenai Web Science , workshop mereka di awal tahun ini, dan konferensi pertama Web Science di Athena, Yunani Maret 2009  yang akan datang saya kira kita akan melihat kristalisasinya dalam 3-4 tahun ke depan apakah semantic atau web 3.0 akan melahirkan studi tersendiri atau web science berhasil mengadopsinya sebagai bagian dari kajian mereka.

 

 

Riza